NORMAL ATAU SESAR YOU STILL A MOM
Kali ini saya akan bercerita bagaimana
proses dan perjuangan saya ketika melahirkan. Usia saya saat ini 25 tahun dan ini adalah
pengalaman kehamilan saya yang pertama ya moms.
13 Mei 2019
adalah Hari Perkiraan Lahiran sesuai usia USG dari dokter. Karena sebelumnya
ada perbedaan antara HPL dari bidan yang dihitung dari HPHT (Hari Pertama Haid
Terakhir) dengan HPL berdasarkan hasil USG dokter. Selisihnya hampir dua
minggu. Duluan HPL yang dari bidan . Wah galaunya bukan main moms, karena
setiap kebidan pasti perkiraan berat janinnya selalu kurang. Karena jarang USG
dan seringnya setiap bulan ke bidan, jadi pikirannya sempet kemana-mana.
“gimana nanti kalau bayiku nggak normal?”
“gimana nanti kalau bayiku beratnya kurang?”
“gimana nanti kalau bayiku kenapa-napa?”
Dan masih
banyak lagi gimana-gimana yang
lainnya.
Tapi untungnya
ada suami yang selalu menenangkan dan meyakinkan kalau bayi kita insyaAllah akan selalu sehat dan normal.
Dan akhirnya kami memutuskan untuk lebih percaya dengan HPL hasil USG dokter.
Dan selama hamil saya hanya USG sebanyak 3 kali moms. Ketika usia 7 minggu, 4
bulan, dan 8 bulan. Selebihnya setiap bulan selalu kontrol ke bidan untuk cek
berat badan, tensi dan detak jantung janin.
(Ini ketika usia 7 bulan)
Nah saat itu
tanggal 13 Mei 2019, saya belum merasakan adanya tanda-tanda persalinan. Baik
kontraksi, flek atau yang lainnya. Semuanya masih terasa sama. Saya masih
merasa aman, karena kata dokter ada masa tambahan 1 minggu, kalau lewat satu
minggu tetap belum ada tanda-tanda barulah diambil tindakan. Paginya saya
mengajak suami untuk perpanjangan SIM C, karena 3 hari lagi masa berlakunya
habis. Kan
eman ya moms kalau sampai hangus harus mengulang dari awal lagi bikin SIMnya. Suami
sempat tidak mengijinkan karena takut saya kenapa-napa
waktu itu. Tapi, akhirnya suami saya bisa dibujukin.
Nah, sampai pulang dari perpanjangan
SIM, saya masih belum merasakan ada reaksi apapun. Sempat waktu itu saya
hubungi bidan saya dan beliau bilang untuk memicu kontraksi alami bisa dengan
melakukan hubungan suami istri. Akhirnya yang selama hampir 1 bulan puasa
berhubungan, kami melakukannya setelah shalat Isya’. Daaaaaan, selang 2 jam berhubungan, mulailah ada rasa mulas-mulas
sedap diperut yang semakin lama semakin kencang dan melilit. Semalaman saya
sama sekali tidak bisa tidur. Miring kanan sakit, miring kiri sakit untuk
nungging atau segala posisi tetap sakit. Amboy
sekali rasanya moms. Suamipun ikut panik.
14 Mei 2019, pukul 05.00 saya merasa
harus cek ke bidan. Siapa tau ini
memang tanda-tanda mau melahirkan. Sesampainya di bidan,
diceklah pembukaan saya, sepertinya 1 jari beliau dimasukkan ke miss V saya. Nyeri moms.
“Belum ada tanda-tanda pembukaan. Masih lama ini.” Kata Bidan.
“lalu
saya harus bagaimana? Sakit sekali bu rasanya.” Sambung saya dengan muka
meringis menahan sakit.
“ditunggu
sampai muncul flek dulu saja. Nanti kalua sudah muncul flek datang lagi kesini”
Ok, Saya dan suami memutuskan untuk
kembali pulang. Saya sudah berjalan dengan tertatih-tatih menahan sakit yang
semakin melilit. Ya Allah apakah memang
rasanya sesakit ini kalua mau melahirkan? Ucap saya dalam hati. Sampai
rumah sekitar jam 06.00 saya mandi. Mau melakukan aktivitas apapun saya sudah
tidak kuat rasanya. Dan mulailah setiap 10 menit sekali ingin pipis moms.
Sekitar jam 07.00 pagi saya pipis dan saya melihat ada lendir kecoklatan di
celana dalam saya. Wah tanda-tanda ini.
Saya laporan ke suami yang memang memutuskan untuk tidak bekerja hari itu.
Saya tidak langsung kembali ke bidan.
Menunggu kalua fleknya lebih banyak baru akan saya putuskan kembali ke sana.
Sekitar jam 12 siang, terlihat ada lendir agak banyak di pentiliner yang saya
kenakan. Dan saya laporan kembali ke suami dan mengajak suami kembali ke bidan
untuk mengecek perkembangannya. Sakitnya semakin tidak tertahan moms.
Jari-jari bu bidan kembali dimasukkan ke
miss V saya untuk melakukan pengecekan pembukaan.
“Belum
ini mbak. Pembukaan satu pun belum. Memang biasanya hamil pertama pembukaannya
lama. Bisa sampai satu minggu.”
“Haaaaah?
Satu minggu?” Kaget banget dong, sakitnya sudah nggak tertahankan begini
kalua sampai 1 minggu bisa K.O. duluan saya.
Akhirnya saya dan suami kembali ke
rumah. Suami sudah tidak tega melihat saya yang nungging sana nungging sini,
miring sana miring sini menahan rasa sakit dengan muka yang pucat. Suami
semalaman penuh mengelus punggung dan perut saya yang memang kesulitan tidur
dan sakit yang sudah tidak tertahankan. Darah yang keluar sudah bukan flek
volume ringan lagi. Sudah seperti darah haid. Harus pakai pembalut.
“Besok
subuh ke bidan lagi ya kak. Kalua tidak ada perkembangan pembukaan kita ke
rumah sakit saja.” Rintih saya pada suami.
Benar, tanggal 15 Mei 2019 jam 05.00
pagi kami kembali kebidan dan hasilnya pun masih sama. Pembukaan satu. Akhirnya
dengan rasa sakit yang sudah hampir tak tertahankan saya dirujuk ke rumah
sakit. Pukul 07.00 saya tiba di rumah sakit dan di sana saya dicek, ternyata
sudah pembukaan 2 dan akhirnya memutuskan rawat inap dan dipsang infus untuk
menunggu pembukaan selanjutnya. Saya sudah semakin pucat. Setiap diberikan
makan saya mutah. Darah dari miss V masih terus keluar dan setiap 10 menit
sekali saya pasti buangair kecil.
Setiap 4jam sekali saya dicek
pembukaannya moms. Pukul 12.00 siang pembukaan sudah bertambah menjadi bukaan
3. Alhamdulillah ada kemajuan. Pukul
16.00 dicek lagi dan pembukaan masih 3. Pukul 20.00 dicek kembali dan pembukaan masih 3.
Saya sudah semakin pucat. Hampir menyerah karena rasa sakit yang sangat luar
biasa. Ditemani ibu dan
suami saya di ruang bersalin.
“Kak, maafkan adek ya.” Saat itu saya
sudah berfikiran kalau mungkin saja saya akan mati.
Suami diam saja, hanya mengelus punggung
dan perut saya. Yang saya tahu dia juga belum tidur selama dua hari. Di sisi
lain ibuku sudah hampir menitihkan air matanya tak tega melihat saya kesakitan.
Pukul 21.00 obgyn dr. Hendra menemui
saya. Melakukan pengecekan pembukaan dan memangbelum bertambah masih 3. Beliau
menyarankan untuk di induksi, tapi saya menolak saya lebih memilih untuk
menunggu pembukaan alami. Karena saat itu yang saya pikirkan tubuh saya sudah
tidak kuat menerima obat lagi dan keselamatan bayi saya yang utama. Akhirnya
dokter memutuskan jika nanti pukul 23.00 tidak ada perkembangan pembukaan, maka
pilihannya cesar atau menunggu pembukaan alami sampai besok paginya, jika bisa
pembukaan 4 dokter akan menyobek paksa air ketuban agar pembukaan lebih cepat.
Pukul 23.00 dilakukan pengecekan oleh
bidan rumah sakit, dan ternyata belum ada perkembangan pembukaan. Suami sudah
tidak tega melihat muka saya yang semakin pucat dan merintih kesakitan yang
akhirnya memutuskan untuk dilakukan cesar.
“Arep
normal opo cesar sek penting anakmu lan awakmu selamet.” Ucap ibu saya sambal
mencoba memberi minum saya teh manis, karena memakan makanan sudah tidak bisa,
pasti saya muntahkan lagi. Lemes
moms, karena memang tidak ada asupan tenaga dari makanan.
Pukul 23.30
saya memasuki ruang operasi. Badan semua gemetar seperti orang kedinginan. Entah
karena efek takut, atau memang karena gemetar akibat sudah tak punya tenaga.
Suntikan melalui tulang belakang dilakukan,tidak seperti yang saya baca
sebelumnya bahwa suntikan ditulang belakang itu rasanya sakit sekali. Saya sebaliknya,
saya tak merasakan apapun kecuali rasa sakit kontraksi di perut saya. Dibius
setengah badan, dokter mulai mengajak saya ngobrol sana sini untuk mengalihkan
perhatian. Dilakukan penyobekan pada perut dan saya tak merasakan apapun, saya
sempat melihat darah karena disamping saya adalah jendela kaca. Meskipun ditutup
tirai setengah badan, saya bisa melihat prosesnya di pantulan kaca sebelah kiri
saya moms.
“Aduh dok”
rintih saya sambil menarik baju hijau yang dikenakan dokter Hendra. Rasanya
seperti perut saya ditarik tarik. Entah proses apa yang sedang dilakukan pada
perut saya, karena salah seorang perawat yang masuk ruang operasi berdiri
menutupi jendela.
“Lho
sakit?” kata dokter Hendra.
“Iya,kok
sakit ya.”
Akhirnya dilakukan pembiusan total,
dalam hitungan detik saja saya sudah tidak sadarkan diri.
Pukul 02.00
pagi, ketika sadar saya sudah berada di ruangan pasien. Bersama suami dan ibu
saya. Langit-langit kamar masih terasa berputar. Saya bergumam “anakku gimana?”
“Anak
kita lahir lengkap dan sehat jam setengah satu pagi. Tangisannya keras sekali. Sudah saya adzankan. Sekarang di ruang bayi. Kamu
tidak tidur 3 hari, sekarang tidurlah dulu.”
Hmmm…. Rasanya
saya belum lega moms kalau belum melihat buah hati saya secara langsung. Tapi
rasa kantuk saya tak tertahankan. Akhirnya saya tertidur pulas saat itu.
Meskipun dengan tindakan cesar, anak
saya lahir ttgl 16 Mei 2019 pukul 00.21 pagi dengan berat 3,4 Kg dan panjang 50
cm. Saya bersyukur anak saya bisa lahir dengan selamat meskipun impian saya
untuk bisa melahirkan normal belum terwujud moms. Ibu saya berkata, “mau normal atau cesar kamu sekarang adalah
seorang ibu.”



Luar biasa. Saya sebagai mahasiswa biologi, secara teori memang sudah tahu tentang bagaimana proses melahirkan. Tapi setelah membaca ini, saya melihat sudut pandang yang berbeda dari proses melahirkan.
BalasHapusSetiap Ibu nanti pengalamannya beda-beda moms, bisa nanti di share juga pengalaman melahirkan moms.pasti seru.hehe
HapusSo inspiring....
BalasHapusthank you...
Hapusikutan deg deg serrr bacanya
BalasHapusSemoga kamu lahirannya lancar ya moms....
Hapus